MEMILIH SOULMATE ITU NGGAK MUDAH, LHO!
Menikah berarti memulai hidup baru dengan pasangan. Tentunya, setiap orang ingin memastikan bahwa pasangan hidup yang dipilih adalah yang terbaik agar rumah tangga yang dibangun selalu sakinah, mawadah, dan warahmah.
Lalu, apakah tinggal bersama sebelum menikah dapat menjadi solusi dalam menemukan kecocokan antarpasangan?
MENGENAL LEBIH DALAM CALON PASANGAN DENGAN CARA LATIHAN TINGGAL BERSAMA? Beberapa waktu lalu, sempat ramai dibahas kalau hidup bersama dalam satu rumah (cohabitation) dengan calon pasangan itu dibutuhkan untuk lebih mengenali sifat, perilaku, dan gaya hidup calon pasangan sebelum mengikat janji.
Namun, apakah kohabitasi benar-benar bisa menjadi jawaban?
MENGENAL ISTILAH KOHABITASI
Kohabitasi (cohabitation) pada dasarnya adalah keadaan ketika orang-orang yang belum menikah, umumnya pasangan, tinggal bersama. Di Indonesia, kohabitasi juga dikenal sebagai “kumpul kebo”.
Gaya hidup kohabitasi memang tidak diterima di Indonesia. Meskipun tampaknya kohabitasi bisa berguna untuk pasangan yang akan menikah, sebenarnya ada beragam risiko besar dari segi agama, hukum, sosial, hingga diri sendiri.
ISLAM DENGAN TEGAS TIDAK MEMPERBOLEHKAN KOHABITASI
Islam sudah jelas menentang kohabitasi. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibn ‘Abbas:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
”Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita (asing) kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari dari Ibn ‘Abbas).
Larangan ini tentu untuk melindungi kedua pihak dari dosa besar zina. Tahu, kan, kalau ada laki-laki dan perempuan hanya berduaan, pasti pihak ketiganya adalah setan? Maka dari itu, hidup dengan calon pasangan diluar ikatan pernikahan itu dilarang, apapun tujuannya.
Sudah jelas, ya, bahwa Islam memang melarang kohabitasi. Namun, bagaimana hukum di Indonesia memandang kohabitasi?
LARANGAN KOHABITASI DALAM HUKUM DI INDONESIA
Tidak hanya dilarang dalam hukum agama, tetapi kohabitasi juga dilarang dalam hukum negara. Apabila dilihat dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 412 Ayat 1 dan 2, disebutkan bahwa tiap orang yang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dapat dipidana hingga paling lama 6 bulan atau pidana denda hingga 10 juta.
Selain mempertimbangkan nilai sosial dan nilai tradisi masyarakat Indonesia yang menilai buruk kohabitasi, larangan ini muncul sebab adanya banyak dampak negatif yang berpotensi ditimbulkan.
Lalu, apa saja dampak negatif yang dampak terjadi?
MEMBAHAS HASIL PENELITIAN MENGENAI RISIKO DARI KOHABITASI, YUK!
Meskipun beberapa orang meyakini bahwa kohabitasi dapat menjadi salah satu upaya untuk mengenal pasangan lebih dalam, ada sejumlah penelitian yang membuktikan risiko nyata dari pasangan yang melakukan kohabitasi.
Kekerasan dalam hubungan (Intimate Partner Violence)
- Di AS dan Hong Kong yang lebih umum dengan kohabitasi, data menyebutkan kekerasan fisik dua kali lebih tinggi terjadi pada pasangan kohabitasi daripada pasangan yang sudah menikah.
- Karena tidak ada ikatan resmi, akan selalu ada kemungkinan penyalahgunaan hak dan kewajiban dari pasangan, termasuk kekerasan fisik dan psikis.
Inersia tinggal bersama (Inertia of living together)
- Karena sudah tinggal bersama, akan semakin sulit untuk keluar dari hubungan tersebut. Sebab itu, hal ini akan membuat seseorang terjebak di dalamnya—terpaksa untuk melanjutkan.
APA LAGI, SIH, DAMPAK BURUK DARI KOHABITASI?
Kebahagiaan dalam pernikahan menjadi berkurang
- Karena sudah terjebak dalam kohabitasi, pernikahan berpotensi hanya menjadi sebuah keterpaksaan. Akhirnya, tujuan pernikahan tidak bisa tercapai.
Rawan terjadi zina dengan dampak berkepanjangan
- Zina bisa mengarah pada kehamilan di luar nikah yang dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam suatu hubungan.
- Selain itu, anak yang lahir karena zina akan sulit mendapat haknya secara agama karena hanya dapat dinasabkan pada ibu, tidak pada ayah biologis.
SIMPULAN
Larangan kohabitasi itu bukan tanpa alasan karena Islam selalu berusaha untuk melindungi umatnya, salah satunya adalah dengan memberikan aturan dan bimbingan tentang hubungan antara perempuan dan laki-laki.
Kohabitasi tidak bisa dijadikan acuan untuk menilai kecocokan. Kohabitasi hanya memberikan efek negatif dalam bentuk risiko pidana, kekerasan, ketidakbahagiaan, hingga dosa besar zina yang mengintai.
REFERENSI
- Ilmu Islam – Portal Belajar Agama Islam. (2023). Ilmu Islam. Hadits Bukhari Nomor 4832. https://ilmuislam.id/hadits/13251/hadits-bukhari-nomor-4832 diakses 12 November 2023.
- Jayanti, D. D. (2019). Pasal yang Menjerat Pelaku Kohabitasi. hukumonline.com. https://www.hukumonline.com/klinik/a/pasal-yang-menjerat-pelaku-kohabitasi-lt52217ea9da3ff/ diakses 12 November 2023.
- Pengadilan Agama Surakarta. (2023). Wali Nikah dan Hak Kewarisan Anak Luar Nikah dalam Perspektif Hukum Islam. Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Agama Surakarta. https://pa-surakarta.go.id/267-kolom-literasi/549-wali-nikah-dan-hak-kewarisan-anak-luar-nikah-dalam-perspektif-hukum-islam.html diakses 13 November 2023.
- Stanley, S. (2014a). The Complex Risks Associated With Cohabitation | Institute for Family Studies. IFS. https://ifstudies.org/blog/the-complex-risks-associated-with-cohabitation 12 November 2023. Stanley, S. (2014b). The Risks for Couples Moving in Together | Psychology Today. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/sliding-vs-deciding/201807/the-risks-couples-moving-in-together 12 November 2023.
- Wong, J. Y.-H., dkk. (2016). A comparison of intimate partner violence and associated physical injuries between cohabitating and married women: A 5-year medical chart review. BMC Public Health, 16(1), 1207. https://doi.org/10.1186/s12889-016-3879-y. 13 November 2023.