Takut Nikah? No More!

Knowledge Seekers, sadar nggak bahwa belakangan banyak banget isu keretakan pernikahan wara-wiri di media? Ada yang diterpa isu perselingkuhan, isu kekerasan, isu penelantaran, dan masih banyak lagi. 

 

Gara-gara ramainya isu-isu ini, suka muncul celetukan, “Duh, jadi takut nikah, deh!”. Wajar, kah, berpikir demikian? 

 

FAKTA:  Berita negatif kini mendominasi berbagai media. Bukan karena tidak ada berita positif untuk disiarkan, tetapi karena berbagai media ini menyadari bahwa berita negatif lebih menarik perhatian. Sebuah media online di Rusia sudah membuktikannya: ketika seharian menyiarkan berita positif, mereka kehilangan dua per tiga pembacanya. Pertanyaannya, kenapa manusia lebih tertarik membaca berita negatif? Fenomena ini disebut sebagai “negativity bias”

 

NEGATIVITY BIAS 

Kecenderungan seseorang untuk menyimak, mengambil pelajaran, dan menggunakan informasi atau pengalaman negatif dibanding yang positif. 

 

Dalam sebuah studi yang meneliti aktivitas otak, ditemukan bahwa peningkatan aktivitas otak lebih tinggi ketika dipaparkan gambaran negatif dibanding ketika dipaparkan gambaran positif. 

 

Adanya kecenderungan ini diduga berkaitan dengan proses evolusioner otak manusia, dimulai sejak manusia masih hidup di alam. Manusia dituntut untuk bersikap waspada agar dapat mengenali beragam ancaman untuk bisa bertahan hidup. Misalnya, ketika harus mencari makanan, meski tujuannya adalah mencari apa yang bisa dimakan, secara konstan otak harus terus mendeteksi adanya predator atau bahaya lainnya. 

 

Dari asal muasalnya, adanya negativity bias ini menguntungkan manusia. Akan tetapi, pada kondisi hari ini, kita harus mempunyai kemampuan untuk “melawan” sikap ini mengingat bahwa media secara sengaja dipenuhi oleh informasi negatif untuk meraih view rate

 

ILLUSORY TRUTH 

Hal yang membahayakan dari tenggelamnya seseorang dalam pusaran berita negatif adalah fakta bahwa otaknya lama-kelamaan akan membenarkan berita negatif yang terus berulang diterima olehnya. Ini dikenal sebagai “illusory truth”. 

 

Saat otak menerima informasi, ia akan membentuk sebuah rute komunikasi antarsel saraf terkait informasi tersebut. Berikutnya, ketika informasi serupa secara berulang diterima oleh otak, rute ini akan semakin aktif dipakai. Secara tidak sadar, informasi ini “diinternalisasi” oleh otak. Akibatnya, meskipun salah, informasi ini bisa menjadi acuan dalam berpikir dan membuat keputusan. 

 

Kemudian, muncul lah efek lanjutan: ketika kita mulai membenarkan satu per satu berita negatif yang kita konsumsi, dunia akan tampak lebih buruk daripada kondisi yang sebenarnya. 

 

YUK, LAWAN NEGATIVE BIAS! 

Saking banyaknya berita negatif di luar sana, bisa dikatakan bahwa kita tidak mungkin bisa menghindarinya. Meski demikian, untuk “melawan” negative bias  – sehingga mencegah pula terbentuknya illusory truth – kita bisa melakukan beberapa hal:

  • Selektif dalam memilih. Apa yang penting vs tidak penting serta bermanfaat vs tidak bermanfaat bagi diri. Hal ini memudahkan kita untuk menyaring informasi yang layak kita baca/dengar 
  • Lebih memaknai pengalaman positif sekecil apapun itu. Ketika merasakan hal positif, cobalah memberi jeda bagi diri untuk merasakan hal tersebut sehingga memberi waktu pula bagi otak untuk membentuk rute positif 
  • Ketika melihat berita negatif, segera alihkan fokus ke hal positif atau segera “lawan” berita tersebut dengan mengkritisinya sehingga berita negatif tersebut tidak lantas membuat rute di otak 

In short, let more positivity in, shoo the negativity away! 

 

MENYIKAPI ISU PERNIKAHAN DENGAN KACAMATA ISLAM 

Seorang muslim hendaknya percaya bahwa segala yang terjadi pada manusia, yang di luar kuasanya, merupakan takdir Allah. Percaya pada takdir Allah adalah sebuah keharusan karena ia termasuk cabang dalam rukun iman. Manusia hanya punya kendali atas apa yang ia pikirkan, perbuat, dan upayakan. Akan tetapi, hasil dari itu semua adalah hak prerogatif Allah

 

Ketika kita melihat seseorang mengalami masalah atau kegagalan dalam mempertahankan pernikahannya, berarti memang itu adalah takdirnya. Bisa jadi orang tersebut telah mengusahakan sesuatu, tapi hasilnya memang tidak sesuai yang diharapkan. 

 

Yang perlu digarisbawahi adalah tidak ada takdir yang sama antara satu orang dan yang lainnya. Begitu pula dengan pernikahan. Apa yang terjadi di dalam pernikahan orang tersebut belum tentu akan dialami oleh diri kita. 

 

UJIAN? HADAPI SAMA-SAMA! 

Pernikahan adalah ibadah. Pernikahan bukanlah dongeng dengan “happily ever after”

 

Mengingat firman Allah dalam surah Al-Ankabut ayat 2 yang berbunyi, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji?”, seharusnya menyadarkan kita bahwa pernikahan pun pasti akan diwarnai ujian untuk membuktikan keimanan pada Allah. 

 

Pesan serupa juga bisa kita temukan dalam surah Ali Imran ayat 152 yang berbunyi, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” Jika benar-benar ingin berkumpul kembali di surga, tentu suami dan istri harus mau berjuang dan bersabar dalam pernikahannya. 

 

NIAT YANG MENGUNDANG KEBERKAHAN 

Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda, “Barang siapa menikahi seseorang karena memandang kedudukannya, maka Allah akan menambah baginya kerendahan. Barangsiapa menikahi wanita karena memandang harta bendanya, Allah akan menambah baginya kemelaratan. Barangsiapa menikahi wanita karena memandang keturunannya, Allah akan menambah baginya kehinaan. Tetapi barangsiapa menikahi seorang wanita karena ingin menundukkan pandangannya dan menjaga kesucian farjinya, atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan, maka Allah akan memberkahinya bagi istrinya dan memberkahi istrinya baginya.” 

 

Semua kembali ke niat. Hanya niat pernikahan yang lurus yang mampu mengundang berkah dari Allah. Hanya niat yang lurus yang akan menghasilkan komitmen yang kokoh untuk menjaga agar pernikahan senantiasa diisi dengan kebaikan. Hanya niat yang lurus pula yang mampu membentuk cara pandang positif terhadap masalah dan memunculkan semangat untuk mengatasinya. 

 

REFERENSI 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts