Apa Yang Harus Dipersiapkan Sebelum Membahas Isu Lgbtq+ Dengan Anak?

LGBTQ+ SUDAH DI MANA-MANA, ORANG TUA HARUS WASPADA 

Propaganda LGBTQ+ telah menyusup ke berbagai ranah, baik akademik, kegiatan komunitas/aktivisme, politik, hingga hiburan, seperti komik, kartun, drama, media sosial, dan banyak lagi yang lainnya. Dan kini, tidak hanya di media yang biasa dilihat orang dewasa, muatan LGBTQ+ pun sudah ada di berbagai media untuk anak-anak. Adanya susupan pesan muatan LGBTQ+ ini tentu harus menjadi perhatian bagi setiap orang tua. Tanpa didahului adanya pembekalan dari orang tua tentang isu ini, dikhawatirkan anak akan menerima perilaku LGBTQ+ sebagai sesuatu yang normal. Padahal, sebagaimana yang seharusnya seorang muslim yakini, perilaku LGBTQ+ adalah sebuah penyimpangan. 

 

DIMULAI DENGAN MEMPERSIAPKAN ANAK ISU LGBTQ+

memang tidak bisa ujug-ujug disampaikan pada anak. Anak terlebih dahulu harus memahami konsep jenis kelamin di usia dininya. Dimulai dengan ia mengetahui apa jenis kelaminnya, dilanjutkan dengan mengenali perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, baik secara fisik, sifat, maupun peran. Sebaik-baik sumber pengajaran untuk hal ini adalah bagaimana kedua orang tua hadir sebagai percontohan figur seorang laki-laki muslim dan perempuan muslimah. Ketika menyampaikan ini, orang tua juga perlu mengangkat bahasan tentang penciptaan manusia serta penyebutan laki-laki dan perempuan di dalam Al-Qur’an dan hadits. Hal ini penting untuk membentuk fondasi berpikiranak bahwa segalanya harus terlebih dahulu dinilai dari kacamata Islam (Islamic Worldview),

 

SUBURKAN DULU FITRAH KEIMANAN ANAK

Pada diri setiap manusia sebenarnya sudah Allah install kecenderungan untuk menyembah Allah sebagaimana yang tertera dalam Q.S. Al A’raf ayat 172. Inilah yang kemudian dalam Pendidikan Berbasis Fitrah, atau Fitrah-based Education, disebut sebagai fitrah keimanan. Akan tetapi, jika tidak dipupuk atau malah diarahkan ke arah yang salah, anak bisa jadi lupa akan Allah. 

 

“Tidaklah setiap anak kecuali dia dilahirkan di atas fitrah, maka bapak ibunyalah yang menjadikan dia Yahudi, atau menjadikan dia Nasrani, atau menjadikan dia Majusi. Sebagaimana halnya hewan ternak yang dilahirkan, ia dilahirkan dalam keadaan sehat. Apakah Engkau lihat hewan itu terputus telinganya?” 

(HR. Bukhari no. 1358 dan Muslim no. 2658).

 

MENYUBURKAN IMAN ANAK DENGAN PENDIDIKAN TAUHID

Menyuburkan fitrah keimanan dalam diri anak dilakukan melalui pendidikan tauhid. Idealnya, pendidikan tauhid dilakukan di usia dini. Dalam pendidikan tauhid, orang tua menyampaikan dan menanamkan pada anak bahwa Allah adalah Rabb dan Ilah. Mengenali Allah sebagai Rabb berarti anak tahu bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakannya dan Allah adalah pemilik, pengatur, sekaligus penguasa alam semesta. Sementara itu, mengenal Allah sebagai Ilah berarti anak menyadari bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan diikuti segala aturannya (Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56). Output yang diharapkan: anak mengenal, berterima kasih, sekaligus mencintai Allah karena ia menyadari besarnya kasih sayang Allah pada dirinya. Rasa cinta ini yang kemudian akan memudahkannya ia menaati segala syari’at-Nya. 

 

MENGAPA HARUS KUAT DULU PENDIDIKAN TAUHIDNYA SEBELUM MEMBAHAS ISU LGBTQ+? 

Alasan Pertama Terlarangannya perilaku LGBTQ+ dalam Islam merupakan salah satu hukum (syari’at) Allah. Tidak ada keraguan bahwa secara tegas Allah mengharamkan perilaku ini. Hal ini tertuang dalam kisah Nabi Luth ‘alaihissalam dalam Al-Qur’an. Kisah ini wajib diketahui oleh anak karena merupakan sumber hukum utama dalam menanggapi isu LGBTQ+. Di dalam Q.S. Al-A’raf ayat 80 telah disebutkan bahwa apa yang dilakukan kaum Sodom adalah perbuatan keji. Agar seorang hamba mau menerima hukum Allah ini, ia harus terlebih dahulu mengimani Allah sebagai Rabb sekaligus Ilah. Dengan demikian, ia secara sukarela menundukkan diri di bawah segala hukum Allah tanpa terkecuali. 

 

MENGAPA HARUS KUAT DULU PENDIDIKAN TAUHIDNYA SEBELUM MEMBAHAS ISU LGBTQ+? 

Alasan Kedua Dalam kisah Nabi Luth ‘alaihissalam, akan dibahas tentang azab yang Allah timpakan kepada kaum Sodom yang ingkar kepada Allah meski sudah menerima dakwah dari Nabi Luth ‘alaihissalam (Q.S. Hud ayat 80-82). Pengisahan tentang azab tanpa diawali dengan pendidikan tauhid yang kuat dapat membuat anak memiliki imaji yang buruk tentang Allah. Anak bisa jadi akan menganggap Allah jahat. Sebaliknya, jika anak sudah mempunyai fondasi tauhid yang kuat berarti ia tahu bahwa adalah Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, serta Maha Adil lagi Maha Bijaksana. Ketika mendengar kisah Nabi Luth, anak tahu azab tersebut adalah bagian dari kebijaksaan Allah dan kasih sayang dan cinta-Nya kepada seluruh hamba-Nya jauh lebih besar dari azab dalam kisah ini. 

 

KAPAN TIMING YANG PAS UNTUK MEMBAHAS ISU LGBTQ+?

Dalam timeline pendidikan anak dalam Islam, usia 7 tahun adalah momen dimana anak mulai secara serius diperkenalkan kepada beragam syari’at dalam Islam. Hal ini diisyaratkan melalui perintah mengajarkan salat pada anak. Mengikuti isyarat ini, berarti pembahasan isu LGBTQ+ bisa mulai diperkenalkan pada anak di usia 7 tahun. Di usia ini, anak sudah memasuki fase tamyiz, yakni mulai mampu berpikir kritis, bisa membedakan dan membandingkan satu hal dengan yang lainnya, termasuk perihal benar dan salah. Jika fitrah keimanan sudah mulai dipupuk di usia 0-6 tahun, yang berarti ia sudah mengenal dan mencintai Allah, di usia 7 tahun anak akan dengan lebih mudah untuk menerima konsep benar dan salah berdasarkan standar Allah. 

 

REFERENSI 

1.Abunnada. (2019). Kisah Shahih Para Nabi dan Rasul. Tangerang Selatan: Ahlan. 

2.Ustadz Abu Salma Muhammad. (2023). Kajian Serial Parenting – Kitab Anak-anak Pun Harus Tahu (Kajian Online). Rasyaad TV. 

3.Karlina, R.A. (2024). Peran Keluarga dalam Pencegahan dan Penanganan LGBT (Webinar). Dalam acara Pelatihan Relawan Titian Kebaikan (Erteka) Batch ke-12. Penggiat Keluarga Indonesia. 

4.Santosa, H. (2021). Fitrah Based Education. Depok: Millenial Learning Center. 

5.Ulwan, A.N. (2018). Pendidikan Anak dalam Islam (Tarbiyatul Aulad fil Islam). Sukoharjo: Insan Kamil.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts