Bedah Makna “Gender”

DEFINISI “GENDER”

“Gender” didefinisikan sebagai pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, dan perilaku yang dibentuk oleh ketentuan dan budaya setempat (konstruksi sosial).

Umumnya, laki-laki dilabel dengan karakter maskulin, seperti kuat fisiknya, tangguh mentalnya, menyukai tantangan, dan sebagainya. Di banyak budaya, laki-laki dipercaya menjadi kepala keluarga dan bertugas untuk mencari nafkah.

Sementara itu, perempuan dilabel dengan karakter feminin, seperti sikap yang lembut, penyayang, perasa, serta suka berhias atau menyukai keindahan. Meski sudah tidak populer lagi, peran perempuan Indonesia zaman dulu sering dianalogikan dengan ungkapan “dapur, sumur, kasur”.

“GENDER” TIDAK MEMILIKI STANDAR BAKU

Karena dikonstruksikan oleh kondisi sosial, pemahaman “gender” dapat berubah-ubah tergantung waktu, tempat, dan budaya setempat.

Sebagai contoh, di pedalaman Papua, laki-laki dan perempuan sama-sama harus mencari bahan makanan. Laki-laki mencari bahan makanan dari laut, sedangkan perempuan mencari di hutan. Hal ini tentu berbeda dengan tuntutan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan di daerah lain.

Contoh lainnya, hingga beberapa tahun yang lalu, perempuan diharapkan untuk melepas karir dan menjadi ibu rumah tangga jika sudah menikah. Akan tetapi, seiring waktu berjalan, makin banyak perempuan yang bekerja dan turut berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan keluarganya.

TEORI “GENDER” ≠ “JENIS KELAMIN”

Jika “gender” lebih mengarah pada peran, fungsi, hak, dan perilaku, jenis kelamin (“sex”) ditentukan oleh perbedaan secara biologis, seperti bentuk alat kelamin, hormon, dan kromosom. Dengan begitu, jenis kelamin bisa diketahui dan ditentukan sejak lahir.

AWAL MULA “GENDER” DAN “JENIS KELAMIN” DIBEDAKAN

Teori “gender” dicuatkan oleh seorang psikolog dan seksolog bernama John Money di tahun 1955. Money berteori bahwa pada saat lahir, bayi memiliki “gender netral”. Proses pengasuhanlah yang berperan dalam membentuk “gender” bayi kelak.

Maju ke tahun 1960-1980, terminologi “gender” menjadi booming ketika digunakan oleh para aktivis feminisme dalam pergerakan feminisme gelombang kedua. Saat itu, para aktivis feminisme menuntut kesetaraan dalam pekerjaan: kesempatan bekerja dan gaji yang sama, menuntut adanya fasilitas yang mendukung para ibu bekerja, seperti pengadaan tempat penitipan anak, serta kesetaraan di mata hukum.

Para aktivis feminisme berargumen bahwa, untuk menghapuskan diskriminasi, tidak seharusnya laki-laki dan perempuan dilabel dengan karakter ataupun tuntutan tertentu, alias “gender”. Untuk itu, mereka menuntut agar “jenis kelamin” dan “gender” dipisahkan. Mereka merasa bahwa label “gender” yang ada saat itu menjadi “vonis”: yang terlahir dengan jenis kelamin perempuan pasti akan merasakan ketimpangan dalam banyak hal karena tuntunan sosial yang melekat padanya sejak ia lahir.

EVOLUSI PENGGUNAAN TERMINOLOGI “GENDER”

Berbeda dengan kisah historis kemunculannya, terminologi “gender” kemudian digunakan oleh para feminis untuk mengampanyekan sesuatu yang lebih luas pada pergerakan feminis gelombang ketiga. Pada pergerakan ini, penggunaan “gender” sarat akan keinginan untuk sebebas-bebasnya merasa dan berekspresi.

Yang mengherankan, yang dulunya ada niatan untuk menghilangkan label maskulinitas pada laki-laki dan feminitas pada perempuan, kini mereka justru mengakui adanya perbedaan karakteristik tersebut. Akan tetapi, mereka ingin menggunakan label tersebut secara berbeda, yakni berdasarkan penilaian subjektif individu yang bersangkutan.

Sehingga, seorang laki-laki boleh saja merasa bahwa dirinya “perempuan” karena ia merasa feminin (transpuan). Pun seorang perempuan boleh saja merasa bahwa dirinya adalah “laki-laki” karena ia merasa maskulin (transpria). Ada pula yang merasa bukan keduanya, alias “gender netral”. Kini tipe “gender” terus bertambah karena hanya disandarkan pada perasaan.

PERTENTANGAN DENGAN KONSEP DALAM ISLAM

Pendidikan anak dalam Islam sudah mencakup pendidikan seksual (tarbiyah jinsiyah), yang salah satu tujuannya adalah untuk menumbuhkan fitrah seksualitas anak sesuai jenis kelaminnya. Oleh karenanya, merujuk pada pembahasan sebelumnya, pemahaman “gender” tidak sepatutnya kita amini. 

Islam menganggap bahwa derajat laki-laki dan perempuan sama, yang membedakan hanya ketakwaannya saja. Namun, Islam membebankan tugas yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan.

Untuk menopang berjalannya tugas ini, ada karakter yang dibutuhkan. Ada karakteristik tertentu yang lebih dominan melekat pada laki-laki, ada pula karakteristik tertentu yang lebih dominan melekat pada perempuan.

Penumbuhan karakter inilah yang menjadi tugas orang tua. Bisa dibilang, hal ini mengisyaratkan bahwa dalam Islam, jenis kelamin dan “gender” itu sepaket.

KESIMPULAN

Tidak bisa dipungkiri, diskriminasi akibat adanya pembedaan antara laki-laki dan perempuan memang masih nyata terjadi di sekeliling kita. Akan tetapi, mengadopsi pemahaman “gender” yang kini marak digencarkan hanya akan memunculkan masalah baru, yakni lahirnya generasi yang bingung akan identitasnya.

Bagi seorang Muslim, mari kembali menerapkan cara Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam mengatur dan menjaga tertibnya tatanan sosial. Adanya perbedaan tugas antara laki-laki dan perempuan tidaklah diciptakan untuk membentuk persaingan.

Bagi Allah Subhanu Wa Ta’ala, tidak ada jenis kelamin yang lebih superior. Dua jenis kelamin yang berbeda itu diciptakan untuk saling bersinergi dengan kekuatan karakteristik masing-masing, saling membantu dalam ketaatan, memberi manfaat kepada sesama, serta menjaga bumi ciptaan-Nya dengan sebaik-baiknya.

REFERENSI

  • Almeera F. (2021). Pendidikan Fitrah Seksualitas (Video). Youtube. https://youtu.be/tYnJ4iYCDu8.
  • Britannica. The Second Wave of Feminism. (Online) Available at: https://www.britannica.com/topic/feminism/The-second-wave-of-feminism (Cited Jun 16, 2023).
  • Kania DD. (2023). History of Feminism (In The West & Indonesia) (Seminar Online). Diselenggarakan oleh Frasa.in, 19 Maret 2023.
  • Kuehnle F. (2023). What are Some Different Types of Gender Identity? (Online) Available at: https://www.medicalnewstoday.com/articles/types-of-gender-identity#history (Cited Jun 15, 2023).
  • Stockton KB. (2022). Gender Has a History and It’s More Recent Than You May Realize. (Online) Available at: https://thereader.mitpress.mit.edu/gender-has-a-history-and-its-more-recent-than-you-may-realize/ (Cited Jun 15, 2023).
  • Susetyo H. (2023). Gender, Ideologi, dan Hukum (Seminar Online). Diselenggarakan oleh Frasa.in, 11 Maret 2023.
  • Suwaid MNAH. (2010). Prophetic Parenting: Cara Nabi Mendidik Anak. Yogyakarta: Pro-U Media.
  • ‘Ulwan AN. (2018). Tarbiyatul Aulad Fil Islam, Pendidikan Anak dalam Islam. Solo: Insan Kamil.
  • World Health Organization. Gender and Health. (Online) Available at: https://www.who.int/health-topics/gender#tab=tab_1 (Cited Jun 15, 2023).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts