Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT):
“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Dalam Pasal 5 UU PKDRT juga dipertegas bahwa:
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya”. Kekerasan yang dimaksud salah satunya ialah kekerasan seksual, meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Hukuman apabila melanggar (Pasal 8 huruf a UU PKDRT): dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,-.
CONSENT DALAM PERNIKAHAN
Terdapat sebagian pihak yang mengabaikan adanya kemungkinan paksaan untuk berhubungan seksual bagi suami-istri meski telah terikat pernikahan. Hal ini terjadi karena adanya asumsi bahwa consent atau persetujuan sudah diberikan secara utuh ketika seseorang telah menikah.
Padahal, dalam perspektif Islam, pernikahan memiliki tujuan yang agung,
media untuk melaksanakan syariat dan sekaligus merupakan kontrak perdata (akad) yang berkonsekuensi pada munculnya hak dan kewajiban antara suami dan istri.
LALU, BAGAIMANA DENGAN HADIS INI?
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang (baca: untuk berhubungan intim), lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu subuh.” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436).
Hadis tersebut shahih. Meski begitu, dalam memahami sebuah hadis, tidak bisa hanya secara tekstual saja. Kita harus memahami konteks bahasa, asbabun nuzul (sebab turunnya), dan kondisi sosial pada masa itu.
Hadis tersebut berlaku ketika istri enggan memenuhi hak suami tanpa udzur syar’i. Sementara, terkadang ada beberapa udzur yang menyebabkan istri tidak bisa memenuhi permintaan suami untuk melakukan hubungan seksual (untuk selanjutnya dikomunikasikan kepada pasangan).
APA SAJA UDZURNYA?
• Kelelahan
• Sakit
• Diketahui adanya penyakit menular seksual (PMS) pada satu atau kedua belah pihak (suami/istri), yang selanjutnya dapat ditindaklanjuti dengan cek lebih jauh secara medis dan bertanya solusi kepada ahlinya.
Selain itu, apabila suami tidak memenuhi hak istri atau tidak mengajak dengan cara yang baik (ada unsur paksaan hingga kekerasan); jika istri menolak, maka tidak terkena ancaman hadis tersebut, dikarenakan hak seorang istri dalam Islam adalah dipergauli dengan cara yang ma’ruf.
Sehingga, hadis tersebut tidak dapat menjadi pembenaran atas kemungkinan terjadinya pemaksaan untuk berhubungan seksual bagi pasangan suami-istri. Apabila suami tidak memperlakukan istri dengan baik, dia telah melanggar aturan Allah ta’ala dalam Qur’an:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“… Dan bergaullah dengan mereka secara patut…” [QS an-Nisaa’: 19]
BERCUMBU DENGAN CARA YANG BAIK
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam berkata kepada sahabat Jabir ‘alaihi salam: “Mengapa engkau tidak menikahi gadis saja karena engkau bisa bercumbu dengannya dan juga sebaliknya ia bisa bercumbu mesra denganmu?”
(HR. Bukhari, no. 2967; Muslim, no. 715).
Imam Al-Nawawi mengatakan:
“Makna dari hadits tersebut adalah disunnahkan baginya untuk bercumbu dengan istrinya (membuat istrinya senang), melakukannya dengan baik dan lembut, selama itu tidak menimbulkan mudharat.”
Seorang istri layaknya seorang suami, dia menyukai apa yang disukai suaminya. Jika seorang suami tidak membuatnya senang (bercumbu) sebelum berhubungan intim, maka itu membuat istri tidak menikmati, dan dapat membahayakan dirinya.
Maka, hak seorang istri untuk menikmati kesenangan dalam berhubungan intim dan melindungi dirinya dari bahaya adalah wajib menurut syariat.
PESAN KEPADA PARA SUAMI
Syaikh Muhammad Mukhtar As-Syingkiti rahimahullah berkata,
“Para ulama telah memperingatkan masalah ini karena akibat yang buruk, yaitu seorang istri membenci suaminya. Istri merasa suaminya hanya sekadar menunaikan syahwatnya saja, tidak perhatian dan tidak ingin berbuat baik kepadanya, dan tidak menghormatinya dalam bermuamalah. Dan setan masuk kemudian merusaknya. Maka, syariat dibangun di atas tujuan umum untuk menciptakan kerukunan dan persatuan hati. Maka, hendaklah ia memberikan hak kepada istrinya.
SIMPULAN
Dalam Islam, adanya pernikahan menandakan sahnya hubungan pergaulan antara laki-laki dan perempuan dengan cara yang ma’ruf (baik) serta masing-masing berada dalam naungan hak dan kewajiban pernikahan.
Islam mengatur hubungan suami-istri dengan mengacu pada prinsip “muasyarah bil ma’ruf” yang akan menghasilkan pahala apabila dilakukan dengan cara-cara yang baik dan bukan merupakan hal yang tabu untuk didiskusikan oleh pasangan suami-istri mengenai apa yang disukai atau tidak.
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
”… Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf…” [Al-Baqarah: 228]
REFERENSI
• Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Di Antara Hak Isteri Adalah Dipergauli dengan Cara Yang Ma’ruf, Mengajarkan Kepadanya Agama. [Online] Available at: https://almanhaj.or.id/2126-diantara-hak-isteri-adalah-dipergauli-dengan-cara-yang-maruf-mengajarkan-kepadanya-agama.html (Accessed on Aug 28, 2022).
• Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc. (2014). Menolak Ajakan Suami Untuk Hubungan Intim. [Online] Available at: https://rumaysho.com/8676-menolak-ajakan-suami-untuk-hubungan-intim.html (Accessed on Aug 28, 2022).
• Muhammad Shalih Al-Munajjid. (2018). Haula Al-haditshah A;-waridah fii Muda’abati Qabla Al-jima’. [Online] Available at: https://islamqa.info/ar/277116 (Accessed on Sept 26, 2022).
• Raehanul Bahraen. (2012). Istri Juga Ingin Mendapat Kenikmatan Jima’. [Online] Available at: https://muslimafiyah.com/istri-juga-ingin-mendapat-kenikmatan-jima.html (Accessed on Sept 26, 2022).