Marital Rape: Suami Bisa Memperkosa Istri

MARITAL RAPE ITU APA, SIH?

Marital rape mencakup segala aktivitas seksual yang dilakukan tanpa consent/persetujuan kepada pasangan yang menikah.

– Suharti Mukhlas, mantan direktur Rifka Annisa Women’s Crisis Center

Inti dari marital rape adalah tidak adanya kesepakatan bersama atas suatu bentuk hubungan seksual (nonkonsensual).

– European Institute for Gender Equality.

Marital rape diartikan sebagai tindakan “pemerkosaan dalam ikatan pernikahan” sebab adanya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami kepada istrinya atau sebaliknya.

Kini, marital rape seolah-olah juga merupakan bagian dari permasalahan rumah tangga dalam Islam. Padahal, pada kenyataannya, konsep tersebut tidak sejalan dengan Islam.

SEJARAH MARITAL RAPE

Istilah marital rape telah diperdebatkan sejak tahun 1736, ketika ahli hukum Sir Matthew Hale, ketua pengadilan di Inggris, berpendapat bahwa suami yang memperkosa istrinya bukanlah masalah, sebab pernikahan merupakan simbol penyerahan istri kepada suami (Yllo & Torres, 2016).

Ketika perempuan telah dinikahi, maka suami memiliki hak penuh atas istrinya. Struktur masyarakat yang patriarki seperti itu menganggap istri sebagai properti yang dapat diperlakukan sesukanya, termasuk memaksakan hubungan seksual. Hal ini menyebabkan orang-orang mulai memperdebatkan term ‘pemerkosaan dalam pernikahan’.

MENGENAL KONSEP MILK AL-YAMIN (KEPEMILIKAN)

Sebagai agama yang rahmatan lil alamin, Islam secara tegas hadir untuk menghilangkan stigma ‘properti’ yang melekat dalam diri perempuan. Salah satu caranya adalah dengan memerdekakan budak perempuan. 

“Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki…” (QS. Al-Mu’minum: 6)

At-Thabari mengartikan milk al-yamin pada ayat tersebut dengan ‘budak perempuan’. Seorang laki-laki boleh berhubungan seksual dengan istri-istrinya serta budak perempuan yang dimilikinya. Jika budak perempuan tersebut melahirkan anak tuannya, maka statusnya dan anak yang dilahirkannya menjadi merdeka. Hukum ini menunjukkan bahwa Islam secara bertahap menghapus adanya perbudakan. 

KALAU DULU BUDAK PEREMPUAN BOLEH DIGAULI OLEH TUANNYA, ARTINYA ISLAM MENDUKUNG FREE SEX NGGAK, SIH?!

No! Ayat tersebut hadir sebagai social mechanism untuk merespon problem sosial di Arab pada masa itu, saat perbudakan masih terjadi, bahkan bukan hanya di Arab saja, tetapi juga di bangsa-bangsa lain seperti Yunani, Romawi, dan Persia.

Muhammad Thaha menjelaskan bahwa hukum pada ayat ini sudah di-nasakh (dihapus). Hukum bolehnya menggauli budak pada ayat tersebut tidak berlaku lagi.

Ayat ini membuktikan bahwa hukum Islam itu tidak stagnan, tetapi dinamis dan sesuai dengan kondisi masyarakat, di mana sekarang perbudakan tidak ada lagi. 

KONSEP MARITAL RAPE DALAM ISLAM

Islam tidak sejalan dengan konsep marital rape. 

Islam tidak membenarkan adanya pemerkosaan dalam pernikahan. Setelah menikah, halal bagi pasangan suami-istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara yang ma’ruf (baik). Pemerkosaan merupakan tindakan zina, dan tidak ada zina dalam persetubuhan suami-istri yang sudah terikat dalam pernikahan.

Pernikahan merupakan ibadah, maka pernikahan hendaknya dilihat sebagai bentuk kehambaan dua insan kepada Allah, bukan hubungan di mana salah satu pihak menjadi superior. Penting bagi pasangan suami-istri untuk memperhatikan kondisi satu sama lain, termasuk dalam hal hubungan seksual yang mestinya dilakukan dengan memberikan kesenangan bagi kedua belah pihak.

KENAPA HUBUNGAN SEKSUAL HENDAKNYA DILAKUKAN DENGAN MEMBERIKAN KESENANGAN BAGI SUAMI ISTRI?

Agar tercipta suasana yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Tujuan pernikahan yang diinginkan oleh Islam adalah memberikan rasa: 

– sakinah        : ketenangan, kedamaian 

– mawaddah  : cinta

– rahmah        : kasih sayang

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.”

(QS. Ar-Rum: 21)

ETIKA MENGGAULI ISTRI

Islam memerintahkan suami untuk menggauli istri dengan cara yang baik.

”…Dan bergaullah dengan mereka secara patut…“ (QS. An-Nisa: 19)

Suami hendaknya bertutur kata dengan baik dan berlaku baik dalam setiap perbuatan sesuai dengan kemampuannya

(Tafsir Ibnu Katsir).

”Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik perlakuan kalian kepada istrinya, sedangkan aku adalah orang yang paling baik kepada istriku di antara kalian.”

(HR. Tirmidzi no. 3895)

Rasulullah ﷺ adalah orang yang sangat baik dalam menggauli istrinya. Beliau bersikap lemah lembut, memberi nafkah, serta gemar bersenda gurau. Beliau bahkan pernah lomba lari dengan istrinya, Aisyah, sambil bercengkerama mesra

(Tafsir Ibnu Katsir).

KESIMPULAN

Pernikahan menandakan sahnya hubungan seksual antara suami dan istri dengan cara yang ma’ruf (baik), sehingga tidak mungkin ada pemerkosaan dalam pernikahan. Maka dari itu, konsep marital rape tidak sejalan dengan Islam.

Meski tidak ada konsep marital rape dalam Islam, hal tersebut bukan berarti Islam mengizinkan suatu bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Sebab, bagaimana mungkin kekerasan diizinkan, ketika tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah? Hal tersebut tentu tidak akan terwujud jika segala bentuk kekerasan boleh dilakukan.

REFERENSI

  • Abdul Mustaqim. (2019). Seputar Kontroversi Disertasi Penafsiran Muhammad Syahrur tentang Milk al-Yamin. [Online]. Available at: https://alif.id/read/amm/seputar-kontroversi-disertasi-penafsiran-muhammad-syahrur-tentang-milk-al-yamin-b222691p/
  • Muhammad Endriyo Susila. (2013). Islamic Perspective on Marital Rape. Media Hukum Vol. 20, No. 2.
  • Sheila Fakhria & Rifqi Await Zahara. (2021). Membaca Marital Rape dalam Hukum Keluarga Islam dan RUU P-KS. Ijtihad Vol. 37, No. 2.
  • Muhammad Ulinnuha & Nur Hamidah Arifah. (2020). Perkembangan Makna Milk al-Yamin (Kajian Tafsir at-Thabari, al-Qurthubi, mfi Zilal Al-Qur’an, dan al-Munir). Al-Fanar: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 3, No. 2.
  • Tafsir Ibnu Katsir. [Online]. Available at: http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-nisa-ayat-19-22.html?m=1
  • Yllö, K. & Torres, M., G. (Ed) (2016). Marital Rape: Consent, Marriage, and Social Change in Global Context. New York: Oxford University Press.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts