Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur jarak kelahiran, mengontrol waktu kelahiran, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga melalui penggunaan alat kontrasepsi.*
*World Health Organization (WHO)
Sebagian kelompok menganggap keluarga berencana adalah konspirasi dari kelompok Barat dan Yahudi untuk mengurangi populasi serta power muslim di dunia.
Ada pula yang berpandangan bahwa keluarga berencana menyalahi konsep “banyak anak, banyak rezeki” dalam agama Islam.
BAGAIMANA ISLAM MEMANDANG KONSEP KELUARGA BERENCANA?
Islam sebagai agama yang kaaffah mengatur dengan sangat apik segala aspek kehidupan manusia.
Islam juga mengatur hak yang paripurna, baik bagi laki-laki dan perempuan, orang tua, dan anak dalam pemenuhan hak kesehatannya sebagai individu.
Ada dua istilah dalam keluarga berencana, yaitu:
– Tahdid Al-Nasl (pembatasan keturunan)
– Tanzim Al-Nasl (pengaturan keturunan)
TAHDID AL-NASL (PEMBATASAN KETURUNAN)
Pembatasan keturunan (Tahdid Al-Nasl) tidak diperbolehkan dalam Islam karena mendahului ketetapan Allah.
Contoh: Membatasi jumlah keturunan dengan cara memutus/menghalangi saluran reproduksi secara permanen (sterilisasi) sehingga tidak dapat bereproduksi kembali.
Tindakan pemutusan saluran reproduksi secara permanen hanya diperbolehkan apabila ada kondisi darurat medis yang dapat membahayakan nyawa jika ibu mengalami kehamilan atau melahirkan.
Tindakan membatasi keturunan karena kekhawatiran ekonomi dan rezeki juga tidak diperbolehkan dalam Islam, seperti dijelaskan dalam ayat berikut:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” [Al-An’am: 151]
TANZIM AL-NASL (PENGATURAN KETURUNAN)
Upaya untuk pengaturan keturunan (Tanzim Al-Nasl) hukumnya diperbolehkan.
Contoh: Mengatur jarak antarkelahiran yang bertujuan untuk memulihkan kondisi ibu dan memenuhi hak anak agar dapat disusui secara sempurna hingga usia dua tahun.
Dengan mengatur jarak kehamilan, ibu memiliki waktu cukup untuk recovery pasca melahirkan, sehingga meminimalisir risiko kesehatan pada kehamilan berikutnya.
Pengaturan keturunan hukumnya dapat menjadi wajib apabila ada diagnosis medis yang membahayakan nyawa ibu jika hamil atau menyusui.
Upaya mengatur jarak kelahiran sejalan dengan Al-Qur’an yang mendorong muslim untuk menghasilkan keturunan yang kuat dan terpenuhi hak-haknya.
وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya.” [Al-Nisaa’: 9]
Anjuran menyempurnakan penyusuan selama 2 tahun penuh juga dijelaskan dalam ayat lain:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna.” [Al-Baqarah: 233]
PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI
Selain kebolehan praktik KB, perlu diperhatikan pula mengenai rambu penggunaan alat kontrasepsi.
Penggunaan alat kontrasepsi perlu mengutamakan metode yang tidak melibatkan orang lain, karena berkaitan dengan aurat seseorang.
• Penggunaan alat kontrasepsi yang melibatkan orang lain, dan bukan mahramnya, diperbolehkan apabila terdapat kondisi darurat yang benar-benar diperlukan.
• Penggunaan alat kontrasepsi menjadi tidak diperbolehkan apabila menimbulkan bahaya serius bagi kesehatan penggunanya.
SIMPULAN
Konsep KB secara prinsip dapat diterima dalam Islam, apabila dimaksudkan untuk menciptakan keluarga yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh untuk mewujudkan kemaslahatan. Namun, hal ini juga perlu diimbangi dengan memperhatikan rambu-rambu penggunaan alat kontrasepsi yang digunakan.
KB yang bertujuan untuk membatasi jumlah keturunan tanpa indikasi medis darurat, maka hukumnya tidak diperbolehkan.
REFERENSI
• M, N. (2020) ‘Islamic Perspective on Family Planning’, Scholars International Journal of Obstetrics and Gynecology, 03(03), pp. 90–93. doi: 10.36348/sijog.2020.v03i03.006.
• Roudi-Fahimi, F. (1987) ‘Islam and Family Planning’, Asia-Pacific Population Journal, 2(3), pp. 78–79. doi: 10.18356/ad3921f7-en.
• Suherman et al. (2022) ‘Family Planning in Islamic Perspectives’, Indonesian Journal of Islam and Public Health, pp. 8–14.