Abstinence-only adalah sebuah pendekatan pendidikan seksualitas Barat yang mengajarkan tentang tidak diperbolehkannya hubungan seksual sebelum menikah. Sebagai sebuah kebijakan publik, pendekatan ini sudah dianalisis melalui penelitian dan dinyatakan GAGAL dalam membuat remaja menunda hubungan seksual pertamanya.Â
Pendidikan seksualitas Islam mempunyai nilai yang sama dengan pendekatan abstinence-only: hubungan seksual hanyalah boleh dilakukan setelah menikah, dan di luar itu, hubungan seksual dihukumi haram. Pertanyaan kritis yang muncul: jadi, apakah pendidikan seksualitas Islam akan gagal seperti pendidikan seksualitas abstinence-only ala Barat?Â
Satu hal yang membedakan pendidikan seksualitas Islam dan pendidikan seksualitas Barat adalah motivasi. Dalam Islam, motivasi seorang mukmin dalam setiap aktivitasnya, termasuk pengelolaan dorongan seksualnya, adalah penghambaan kepada Allah. Para mukmin dibayangi rasa harap untuk meraih surga sebagai hadiah dari Allah atas ketaatannya, serta dibayangi rasa takut akan adzab Allah jika melanggar perintah-Nya. Hal ini tentu tidak ada dalam pendidikan seksualitas Barat.Â
Berkaitan dengan motivasi ini, perlu digarisbawahi bahwa pendidikan iman secara mutlak harus mendahului pendidikan seksualitas. Sebagaimana dulu Rasulullah mendidik para sahabat, 13 tahun dakwah periode Mekkah menekankan pendidikan iman. Baru setelahnya di 10 tahun periode Madinah, turunlah beragam syari’at. Dengan urutan ini, para sahabat lebih siap untuk mengemban segala syari’at karena iman sudah kokoh di dalam hatinya. Dengan urutan ini pula, pendidikan seksualitas Islam akan berhasil melahirkan individu-individu yang mampu menahan dorongan seksualnya, insyaAllah!Â
Â
Gimana, Knowledge Seekers? Makin yakin enggak, nih, sama pendidikan seksualitas Islam? Do you have any thought?
Â