Content Writer: Siti Sarah Ayunda | Editor: Dinda Tiara Sukma
Cover Designer: Wahyu Arif Dharmawan | Visual Content Designer: Thahira Azzahra Yusuf
UDAH ADA TARBIYAH JINSIYAH, TAPI TETAP MENGACU PADA CSE?!
Menurut tim Taulebih, setidaknya ada 2 alasan kenapa kita tetap dapat merujuk pada Comprehensive Sexuality Education (CSE) buatan UNESCO untuk belajar/mengajarkan pendidikan seksualitas di sekolah, meski sudah ada tarbiyah jinsiyah.
- Dalam konteks pembuatan kurikulum yang diterapkan untuk seluruh Indonesia, dibutuhkan sebuah acuan yang sifatnya umum, tapi tetap memegang nilai dan norma dasar yang Indonesia miliki. Nah, keumuman inilah yang dimiliki CSE. UNESCO secara tersurat juga telah menyampaikan bahwa setiap negara/instansi/organisasi dibebaskan untuk menerapkan CSE sesuai nilai dan norma yang dianut. Yang perlu digarisbawahi, penting bagi Kemendikbud untuk merangkul berbagai agama agar terlibat dalam pembuatan muatan materi agama dalam kurikulum tersebut. Mengutip kembali poin pertama dalam 5 Nilai Pendidikan Karakter di sekolah dari Kemendikbud: “Relijius, yaitu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nilai dan menerapkan norma agama dalam perilaku.”
- CSE sudah dibuat secara sistematis dan komprehensif. Hal ini akan sangat memudahkan negara/instansi/organisasi agar tidak membuat materi dari 0. Dengan begitu, proses pembuatan kurikulum akan lebih cepat dan pelaksanaannya pun segera bisa dijalankan.
Nah, kedua alasan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan CSE dalam ranah pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat penyebaran edukasi seksualitas di berbagai level pendidikan. Meski begitu, tetap penting untuk semua pihak terkait mengontrol penyesuaian informasi/materi yang diajarkan agar tetap sesuai dengan nilai dan norma yang ada di Indonesia, tak terkecuali selarasnya dengan nilai-nilai agama yang ada.