,

JARAK KELAHIRAN YANG TERLALU DEKAT: DAMPAK PSIKOLOGIS YANG PERLU KITA TAHU!

Content Writer: Nada Khalisha Ikaputri | Editor: Dinda Tiara Sukma
Cover Designer: Wahyu Arif Dharmawan
Visual Carousel Designer: Qintanaura G.F & Ismiyanti Nur Azizah  

DAMPAK PSIKOLOGIS PADA JARAK KELAHIRAN YANG TERLALU DEKAT

Coba bayangkan apa yang terjadi setelah seorang bayi lahir ke dunia! 

Ayah yang siap memandikan anaknya setiap pagi dan sore, ibu yang menyusui tak henti-henti, dan keduanya yang sibuk mengasuh dan menjaga si bayi 24/7.

Tak dapat dimungkiri transisi ini merupakan tantangan besar bagi orang tua baru.  Akan tetapi, bagaimana jika mereka yang masih beradaptasi ini dikaruniai seorang bayi lagi satu tahun kemudian?

Apa yang terjadi pada orang tuanya?

Bornstein (2020) menjelaskan bahwa transition to parenthood berdampak pada hubungan, adaptasi orang tua, serta sistem keluarga. 

Setelah hadirnya seorang anak, kesibukan orang tua tentu akan berubah. Dengan energi dan waktu lebih banyak untuk mengasuh anak, hubungan kedua orang tua mungkin akan sedikit terasa renggang, ditambah tanggungan ekonomi yang berlipat, serta hal lainnya. Anggaplah satu tahun kemudian lahir bayi kedua, tanggungan-tanggungan tersebut tentu akan bertambah porsinya. 

Selain itu, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan ASI lanjutan secara optimal hingga 2 tahun atau lebih saja dapat membuat ibu merasa sangat kelelahan. Apalagi harus memenuhi kebutuhan beberapa anak yang masih relatif sama, jika jarak kelahiran anak berikutnya kurang dari dua tahun.

Semua tanggungan baru bagi orang tua yang telah disebutkan erat kaitannya dengan kesiapan psikologis, emosi, dan kognitif orang tua. 

Bagaimana dengan kondisi anaknya? 

Sebuah artikel jurnal menyatakan bahwa jarak kelahiran menjadi salah satu faktor yang memicu sibling rivalry, yakni perasaan kompetitif yang dirasakan oleh seorang anak kepada saudaranya. Jarak lahir yang dekat mengakibatkan selisih usia anak tidak jauh berbeda. Usia yang berdekatan ini menandakan anak-anak masih memiliki kebutuhan psikologis yang kurang lebih sama. 

Misalnya, anak pertama berusia 2 tahun, anak kedua berusia 1 tahun. Jika merujuk pada tahap perkembangan psikososial Erikson, anak pertama sedang butuh orang tuanya untuk membimbingnya menjadi mandiri atas kebutuhannya sendiri, misalnya toilet training. Sementara, anak kedua sedang butuh orang tuanya untuk berada di sekitarnya kapan pun ia membutuhkan mereka. 

Nah, “persaingan” pada anak ini dapat bermanifestasi menjadi rasa cemburu, hingga yang paling parah adalah kecenderungan ingin menyakiti saudaranya.  

Jadi, berapa lama jarak kelahiran yang ideal itu?

WHO menyarankan setidaknya perlu jarak waktu 2–3 tahun antara kelahiran pertama dengan kehamilan yang kedua. Jarak ini diberikan dengan mempertimbangkan: 

1. kesiapan orang tua secara fisik, mental, dan material, 

2. kesehatan ibu dan bayi, serta 

3. kesiapan anak pertama untuk menjadi seorang kakak; bagaimana ia menemani, menjaga, dan mengerti bahwa adiknya bukanlah ancaman. 

 

Referensi: 

– Bornstein, M. H. (2019). Handbook of Parenting. Routledge. 

– Geneva. (2005). Report of a WHO Technical Consultation on Birth Spacing Department of Making Pregnancy Safer (MPS). https://iris.who.int/bitstream/handle/10665/69855/WHO_RHR_07.1_eng.pdf 

– McLeod, S. (2024). Erik Erikson’s Stages of Psychosocial Development. Simply Psychology. https://www.simplypsychology.org/Erik-Erikson.html – World Health Organization. (2023). Infant and Young Child Feeding. World Health Organization. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/infant-and-young-child-feeding 

– Zalianty, N. N. A. D., Rahmawati, N. I., Merina, N. D., & Sulistyorini, N. L. (2024). Factors Associated with the Incidence of Sibling Rivalry in Children Aged 3-10 Years in the Agricultural Area, Jember. Nursing and Health Sciences Journal (NHSJ), 4(3), 306–313. https://doi.org/10.53713/nhsj.v4i3.375 

Catatan: Baca juga pembahasan jarak kelahiran berdasarkan perspektif medis di halaman lainnya, ya! 

Related Posts