Siapapun bisa menjadi korban KDRT, baik laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Simfoni-PPA, pada Januari-Oktober 2022, terdapat 19.863 jumlah kasus KDRT yang terdiri dari:
3.198 korban laki-laki
18.194 korban perempuan
KDRT SEPERTI HALNYA FENOMENA GUNUNG ES
Rumah dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat yang paling aman dan nyaman untuk ditempati. Ketika rumah dituding sebagai tempat terjadinya KDRT, beberapa orang memberi respon yang beragam. Ada yang menganggap kekerasan yang terjadi sebagai hal yang lumrah, ada juga yang berupaya untuk membantu korban.
KDRT terjadi dalam lingkup persoalan yang penuh muatan relasi emosi, sehingga penyelesaiannya cukup kompleks. Kebanyakan korban KDRT, khususnya perempuan, cenderung membisu dan tidak melaporkannya ke penegak hukum. Hal ini menyebabkan tindakan KDRT seperti halnya fenomena gunung es, di mana lebih banyak kasus yang terpendam dari pada yang terlihat.
KENAPA KORBAN KDRT CENDERUNG DIAM DAN TIDAK MELAPOR PADA PIHAK BERWAJIB?
1. Adanya anggapan bahwa tindakan kekerasan adalah sesuatu yang lumrah terjadi, bahkan dianggap sebagai proses pendidikan oleh suami terhadap istri atau orang tua terhadap anak.
2. Harapan bahwa tindak kekerasan akan berhenti.
3. Ketergantungan ekonomi.
4. Bertahan demi anak-anak agar memiliki orangtua yang utuh dalam rumah.
5. Rasa lemah, tidak percaya diri, dan rendahnya dukungan dari keluarga serta teman.
6. Tekanan lingkungan untuk tetap bertahan dalam hubungan dan anggapan bahwa tindak kekerasan terjadi karena kesalahan korban.
KDRT ADALAH SIKLUS YANG BERULANG
Seorang psikolog bernama Leonere E. Walker, menjelaskan bahwa KDRT adalah sebuah siklus yang bisa ditebak. Leonere merumuskan teori siklus kekerasan sebagai berikut:
1. Tahap satu (muncul masalah)
Siklus dimulai dari munculnya masalah dalam hubungan seperti masalah finansial dan anak. Pada tahap ini, korban biasanya akan berusaha memperbaiki hubungan dengan cara mengalah dan menuruti keinginan pasangan.
2. Tahap dua (kekerasan)
Jika usaha korban gagal, maka akan muncul tahap kedua atau kekerasan yang dilakukan oleh pelaku KDRT. Pelaku akan menyiksa korban, baik secara psikis maupun fisik sebagai pelampiasan emosi. Korban mungkin akan beranggapan bahwa ia pantas mendapatkan kekerasan tersebut sebagai bentuk pelajaran baginya.
3. Tahap tiga (honeymoon phase)
Setelah melakukan kekerasan, pelaku akan meminta maaf pada korban. Pelaku dapat memberi hadiah, pujian, rayuan manis, berperilaku lebih baik dari sebelumnya, dan berjanji tidak akan mengulangi kembali kekerasan yang telah dilakukannya.
4. Tahap empat (tenang)
Biasanya, korban dan pelaku akan menjalani hari-hari seperti pasangan pada umumnya. Mereka makan bersama, berwisata, dan juga berhungan seksual. Jika kemudian masalah muncul kembali, maka pasangan tersebut akan kembali ke tahap pertama.
KENAPA KORBAN KDRT KEMBALI LAGI DENGAN PASANGANNYA?
Tim peneliti di The Ohio State University menyatakan bahwa pada kasus kekerasan dalam hubungan yang mencapai pengadilan, 80% korban menarik gugatan yang mereka ajukan.
Dr. Ellen Hendriksen, yang merupakan seorang psikolog, menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan korban KDRT kembali lagi bersama pasangannya, yaitu:
1. Kekuatan yang tidak setara
KDRT berhubungan dengan kekuasaan dan kontrol. Pelaku mengontrol korban untuk tidak meninggalkan hubungan yang dijalani dengan meyakinkan korban bahwa korban pantas menerima kekerasan dan tidak akan ada yang menerima korban selain pelaku.
2. Manipulasi
Pelaku memanipulasi korban seperti mengatakan kekerasan yang terjadi tidak separah itu dan mengatakan bahwa korbanlah yang memulai pertikaian.
3. Harapan
Manusia secara naluri memiliki harapan untuk menjalani hari-hari yang lebih baik ke depannya, begitupun korban KDRT yang selalu berharap keadaan akan membaik dan pasangannya akan berubah tidak melakukan kekerasan kepadanya.
4. Cinta
Korban merasa cinta dan simpati kepada pelaku sehingga tidak tega jika pelaku mendapatkan hukum pidana.
TRAUMA BONDING MENJADI FAKTOR BERTAHAN DALAM HUBUNGAN TOXIC
Meninggalkan hubungan yang kasar bagi korban KDRT tidak sesederhana menuju pintu keluar sebuah rumah. Hal ini karena adanya trauma bonding yang dimiliki korban. Trauma bonding adalah hubungan tidak sehat antara korban dengan pelaku kekerasan, korban menumbuhkan simpati dan kasih sayang kepada pelaku. Korban KDRT cenderung selalu kembali pada pelaku, tanpa peduli seberapa sering korban sudah disakiti.
Seperti halnya memutus sebuah tali, orang yang tidak memiliki trauma bonding akan merasa bahwa lepas dari jerat KDRT adalah hal yang mudah.
Namun bagi orang yang memiliki trauma bonding, butuh usaha yang keras sekali untuk memutus hubungan toxic yang dialaminya. Hal ini seperti memutus simpul tali yang tebal.
• Dia melakukan ini karena khilaf
• Suatu saat nanti dia akan berubah
• Kasihan anak-anak kalau orangtuanya bercerai
• Kasihan dia jika harus mendekam di penjara
• Aku tidak akan bisa mencari nafkah jika bercerai)
Korban KDRT yang hingga saat ini memutuskan untuk bertahan dengan pasangannya bisa jadi sedang berjuang untuk memutus tali-tali tersebut, hanya saja prosesnya tidak mudah.
DEMI ANAK, HARUSKAN BERTAHAN DALAM HUBUNGAN YANG PENUH DENGAN KEKERASAN?
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang penuh dengan kekerasan adalah anak yang rentan dan berada dalam bahaya, sebab:
• Laki-laki yang menganiaya istrinya, dapat pula menganiaya anaknya
• Perempuan yang mengalami kekerasan dari pasangannya dapat melampiaskan rasa marah dan frustasinya kepada anaknya
• Anak dapat cedera secara tidak sengaja ketika mencoba menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh orangtuanya.
• Anak akan selalu dihantui kecemasan, ketakutan, dan rasa marah.
• Anak yang biasa hidup dalam kekerasan akan belajar bahwa kekerasan adalah cara untuk menyelesaikan masalah.
HENTIKAN DAN JANGAN BIARKAN SIKLUS KDRT TERJADI BERULANG!
Ada beberapa cara untuk melaporkan kasus KDRT yang bisa kamu lakukan, diantaranya yaitu:
1. Segera lapor ke kantor polisi terdekat jika kamu mendapatkan tindak kekerasan fisik yang mengancam nyawa.
2. Hubungi hotline Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA): (0821-2575-1234)
3. Call center 119 ext. 8 (Psychological First Aid)
4. Call center 129 Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA)
5. Komnas Perempuan 0821 2575 1234
6. Kementrian Sosial RI 1500 771
REFERENSI
- Aprilia. (2022). Jangan Ragu Ini Cara Melaporkan KDRT Jika Teman Jadi Korban. [Online]. Available at https://www.ibupedia.com/artikel/keluarga/jangan-ragu-ini-cara-melaporkan-kdrt-jika-teman-jadi-korban [Accessed on October 20, 2022]
- Ellen Hendriksen, PhD. (2018). Why Do Victims Go Back To Their Abusers?. [Online]. Available at https://www.quickanddirtytips.com/articles/why-do-victims-go-back-to-their-abusers/ [Accessed on October 20, 2022]
- Emmeline Massey MSW, LSW. (2022). How To Heal From A Trauma Bond Relationship. [Online]. Available at How to Heal from a Trauma Bond Relationship – Mental Health (apn.com) [Accessed on October 20, 2022]
- Halimah. (2022). Kena Prank?. [Online]. Available at https://vt.tiktok.com/ZSRt9VjKg/
- Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT): Persoalan Privat Yang Jadi Persoalan Publik. [Online]. Available at https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=647:kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt-persoalan-privat-yang-jadi-persoalan-publik&catid=101&Itemid=181 [Accessed on October 20, 2022]
- Komnas Perempuan. (2020). Menemukenali Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). [Online]. Available at https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/menemukenali-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt [Accessed on October 20, 2022]Â
- SIMPONI-PPA. (2022). Data Kekerasan Dalam Rumah Tangga. [Online]. Available at https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan [Accessed on October 20, 2022]
- United Nations. What Is Domestic Abuse?. [Online]. Available at https://www.un.org/en/coronavirus/what-is-domestic-abuse [Accessed on October 20, 2022]
- Zeneth Thobarony. (2022). Mengenal Siklus dan Alasan Kenapa Bertahan dalam KDRT. [Online]. Available at https://www.ibupedia.com/artikel/keluarga/mengenal-siklus-dan-alasan-kenapa-bertahan-dalam-kdrt [Accessed on October 20, 2022]