Nikah Beda Agama, Emang Boleh?

MAKNA MENIKAH 

Menikah adalah sunnah nabi dan ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mengapa? Sebab menikah dilakukan dengan tujuan untuk menundukkan pandangan dan mengendalikan hawa nafsu dari hal-hal yang haram.

Dalam hadis riwayat Ibnu Majah, Nabi bersabda: “Nikah termasuk sunnahku. Barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku, ia tidak termasuk golonganku. Menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku. Barangsiapa memiliki kemampuan untuk menikah, maka menikahlah.” (HR Ibnu Majah).   

MENIKAH = MENYEMPURNAKAN SEPARUH AGAMA 

Kenapa dengan menikah seseorang dianggap telah menyempurnakan separuh agama? 

Dalam hadis Riwayat Al-Baihaqi, Nabi bersabda:

 إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفُ الدِّيْنِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي

 “Jika seorang hamba menikah, maka dia telah menyempurnakan setengah agama. Hendaklah dia bertaqwa kepada Allah di setengah sisanya.” (HR. Al-Baihaqi) 

Makna dari “Din” atau agama pada kata “Nisfud Diini” adalah kehormatan diri, artinya kalau seseorang telah menikah, maka sempurnalah separuh agamanya karena ia telah menjaga kehormatan dan melindungi dirinya dari zina. Lalu, bagaimana dengan setengah sisanya? 

Penjelasan imam Al-Qurthubi mengenai ini bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ”Siapa yang dilindungi Allah dari dua bahaya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, yaitu dilindungi dari dampak buruk mulutnya dan kemaluannnya.” (Tafsir al-Qurthubi, 9/327)   

BAGAIMANA RUKUN DAN SYARAT MENIKAH? 

Rukun menikah diantaranya adalah:

  1. Pengantin laki-laki 
  2. Pengantin perempuan 
  3. Wali 
  4. Dua orang saksi laki-laki 
  5. Ijab dan qabul (akad nikah) 

SYARAT MENIKAH

HanafiyahMalikiyahSyafi’iyahHanabilah
Syarat Pengantin
Pria
a. Islam
b. Ridha terhadap
pernikahan tersebut
c. Orangnya jelas
d. Tidak ada halangan
syar’i
a. Islam
b. Ridha terhadap
pernikahan tersebut
c. Orangnya jelas
d. Tidak ada halangan
syar’i
a. Islam
b. Ridha terhadap
pernikahan tersebut
c. Orangnya jelas
d. Tidak ada halangan
syar’i
a. Islam
b. Ridha terhadap
pernikahan tersebut
c. Orangnya jelas
d. Tidak ada halangan
syar’i
Syarat Pengantin
Wanita
a. Ridha terhadap
pernikahan tersebut
b. Islam atau Ahli Kitab
c. Orangnya jelas
d. Tidak ada halangan syar’i
a. Ridha terhadap
pernikahan tersebut
b. Islam atau Ahli Kitab
c. Orangnya jelas
d. Tidak ada halangan syar’i
a. Ridha terhadap
pernikahan tersebut
b. Islam atau Ahli Kitab
c. Orangnya jelas
d. Tidak ada halangan syar’i
a. Ridha terhadap
pernikahan tersebut
b. Islam atau Ahli Kitab
c. Orangnya jelas
d. Tidak ada halangan syar’i

Berdasarkan tabel, dari keempat madzhab, salah satu syarat nikah pengantin pria adalah Islam. Tapi, kenapa salah satu syarat nikah pengantin wanita adalah Islam atau ahli kitab? Ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah berpendapat kalau menikahi wanita ahli kitab hukumnya makruh, sedangkan ulama Hanabilah berpendapat kalau hal ini menyalahi keutamaan. Terus gimana, dong?

APAKAH AHLI KITAB = MUSYRIK? AHLI KITAB BERBEDA DENGAN MUSYRIK 

MUSYRIK adalah kaum yang tidak menganut agama samawi atau menyembah benda-benda tertentu, seperti berhala, bintang, api, maupun yang lainnya, termasuk atheis (tidak beragama). AHLI KITAB adalah kaum yang menganut agama samawi dan memiliki pedoman atau kitab yang diimani, yaitu Yahudi dan Nasrani.   

HUKUM MENIKAH DENGAN KAUM MUSYRIK DALAM ISLAM 

Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang muslim/muslimah diharamkan menikahi perempuan atau laki-laki dari kalangan penyembah berhala serta majusi (penyembah api), yaitu kaum musyrik. Hal ini juga dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 221: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Hal ini merujuk kepada suatu kekhawatiran di mana kaum musyrik tidak memiliki pegangan agama dan pedoman dalam membina hubungan sebagai suami istri sehingga akan mengabaikan nilai-nilai keislaman dalam keluarga.   

HUKUM MENIKAH DENGAN AHLI KITAB DALAM ISLAM 

Seorang pria muslim boleh menikahi wanita ahli kitab. Tetapi, sebaliknya, seorang muslimah tidak boleh menikah dengan pria ahli kitab. Hal ini didasarkan pada ayat yang berbentuk nass (pasti), yaitu Q.S. Al-Maidah: 5. “….(dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu….”

Jumhur Ulama berpendapat bahwa pria memiliki fitrah sebagai kepala keluarga dan dianggap dapat menyebarkan ajaran Islam di dalam keluarganya sehingga mampu menarik istri dan anak-anaknya untuk memeluk Islam. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah riwayat yang mengatakan bahwa sahabat ‘Ustman menikahi Nailah binti al-Farafisah, seorang wanita Nasrani yang kemudian masuk Islam. 

HUKUM MENIKAH DENGAN AHLI KITAB DALAM ISLAM 

Riwayat lain menyebutkan bahwa Ketika Hudzaifah bin Al-Yaman menikahi seorang Yahudi, ia diperintahkan oleh Khalifah Umar untuk menceraikannya. Jawaban Khalifah Umar saat ditanya apakah haram menikahi wanita tersebut adalah: “Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa menikahi wanita Yahudi itu haram. Saya hanya khawatir tindakan kamu akan diikuti oleh kaum muslimin yang lain dengan lebih memilih menikahi wanita Yahudi karena kecantikan mereka. Kalau itu terjadi, maka hal itu akan menjadi fitnah bagi wanita muslimah”.

Namun, pendapat lain datang dari ‘Ibn Umar yang mengatakan bahwa menikahi wanita ahli kitab hukumnya haram. Ketika ditanya tentang hukum perihal ini, Beliau menjawab: “Allah mengharamkan menikahi wanita musyrik, dan saya tidak tahu apakah ada bentuk kesyirikan melebihi kesyirikan seseorang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa atau hamba Allah yang lain.”   

NAH, KALAU DI INDONESIA GIMANA, YA? 

Karena hal ini menyangkut keselamatan aqidah, maka akan lebih maslahah kalau pernikahan dengan nonmuslim, baik itu ahli kitab atau bukan, tidak dilakukan.  Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa mengenai pernikahan beda agama. MUI menyatakan bahwa haram hukumnya laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab, karena akan lebih banyak akibat buruk yang muncul dibanding kemaslahatannya. Di Indonesia, dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.” Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam juga menyatakan bahwa “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.” 

REFERENSI 

  • MUI Digital. 2022. Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Perspektif Fatwa MUI. [Online] Available at: https://mui.or.id/bimbingan-syariah/hukum-keluarga/35917/hukum-pernikahan-beda-agama-menurut-perspektif-fatwa-mui/ [Accessed on 18 Feb. 2023] 
  • Muzammil, I. 2019. Fiqh Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam. Tangerang: Tira Smart. 
  • Nurcahaya, dkk. 2018. Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hukum Islam. Hukum Islam, Vol. XVIII No. 2. 
  • Thoriq, A.S. -. Hadits Menikah Penyempurna Separuh Agama. [Online] Available at: www.konsultasislam.com/2018/06/hadits-menikah-penyempurna-separuh-agama.html [ Accessed on 18 Feb. 2023]. 
  • Turnip, I.R.S. 2021. Perkawinan Beda Agama: Perspektif Ulama Tafsir, Fatwa MUI dan Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 6(1). DOI: 10.30868/at.v6i01.1337.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts