I’tikaf Bagi Perempuan, Di Masjid Atau Di Rumah?

APA ITU I’TIKAF?   

Secara harfiah, i’tikaf adalah lazima (terikat) dan habasa an-nafsa ‘alayh (menahan diri pada), sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran.   

 

Secara syar’i, i’tikaf adalah berdiam diri di masjid dalam waktu tertentu dengan ciri-ciri tertentu disertai dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT.   

 

APA HUKUM I’TIKAF? 

Hukum i’tikaf adalah sunnah, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Kecuali, apabila dia bernazar, hukumnya menjadi wajib.   Hal ini berdasarkan sunnah fi’liyyah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dituturkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.   

 

’Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah SWT mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau pun melakukan i’tikaf sepeninggal beliau.” 

(HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ahmad)   

 

DI MANA TEMPAT TERBAIK BAGI WANITA UNTUK BER-I’TIKAF? APAKAH BOLEH DILAKUKAN DI RUMAH?   

Terdapat perbedaan pendapat mengenai tempat I’tikaf bagi Wanita:

Pertama, wanita dibolehkan i’tikaf di mushola rumahnya. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, at-Tsauri, dan an-Nakha’i. Ibnu Rusyd mengatakan, “Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita boleh ber-i’tikaf di mushola rumahnya.”   

Kedua, tempat i’tikaf bagi wanita sama dengan laki-laki, yaitu di masjid. Mereka tidak boleh i’tikaf di mushola dalam rumah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Pendapat inilah yang lebih kuat dengan pertimbangan: 

1.Allah kaitkan syariat i’tikaf dengan masjid 

”Janganlah kalian menggauli mereka sementara kalian sedang i’tikaf di masjid.” 

[Q.S Al-Baqarah: 187] 

Tidak ada pengecualian untuk ayat ini. Artinya berlaku umum, baik bagi lelaki maupun wanita.  

2.Para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan i’tikaf di masjid  [HR. Muslim 1172]    

 

Kegiatan wanita ber-i’tikaf di masjid merupakan hal yang biasa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal, beliau menganjurkan agar wanita lebih memilih salat di rumah daripada di masjid. Andaikan i’tikaf di rumah itu lebih baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyarankan mereka untuk i’tikaf di rumah.   

 

KETENTUAN I’TIKAF BAGI WANITA   

1.Harus dengan izin suami 

2.Tidak meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban utama di rumah 

3.Harus dalam keadaan suci (tidak haid atau nifas) 

4.Wanita yang sedang istihadah, boleh ber-i’tikaf Wanita yang mengalami istihadah boleh ber-i’tikaf jika ia dapat menjaga kebersihan masjid. 

‘Aisyah radhiyallahu ’anha meriwayatkan, “Seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang istihadah ikut ber-i’tikaf bersama beliau. Ia dapat melihat warna merah dan kuning yang keluar darinya sehingga terkadang kami meletakkan wadah di bawahnya ketika ia sedang salat.” 

(HR. Al-Bukhari no. 2037 dan Muslim no. 2476) 

5.Mampu menjaga kehormatan diri Untuk menjaga kehormatan, tentunya wanita harus berpakaian syar’i, tidak mengenakan perhiasan dan berdandan berlebihan (tabarruj), dan menundukkan pandangan. 

6.Wanita yang ber-i’tikaf di masjid harus dalam ruang tertutup.

7.Sibuk dengan ketaatan.

8.Boleh keluar jika mendesak

 

‘Amrah menceritakan, “Ketika ber-i’tikaf, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pergi ke rumah jika ada keperluan, lalu mengunjungi orang sakit sejenak untuk bertanya tentang keadaannya. Hal ini ia lakukan sambil berlalu tanpa menghentikan langkahnya.” (Mushannaf Abdurrazzaq (no. 8055) dengan sanad yang shahih). Akan tetapi, jika ia meninggalkan tempat i’tikaf tanpa keperluan yang jelas maka i’tikaf-nya batal. 

 

BAGAIMANA APABILA WANITA TIDAK BISA MELAKUKAN I’TIKAF DI MASJID?   

Perlu diketahui bahwa i’tikaf tidak menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan kemuliaan malam Lailatul Qadr. I’tikaf adalah salah satu cara untuk mengondisikan diri agar lebih khusyuk dalam memaksimalkan ibadah di 10 malam terakhir Ramadhan. 

 

Tentunya, para wanita bisa menghidupkan 10 malam terakhir dengan memaksimalkan ibadah di rumah masing-masing dan meniatkan semua aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.   

 

Wanita juga bisa men-support dan menyediakan semua yang dibutuhkan oleh suami atau anggota laki-laki untuk i’tikaf. 

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata, “Apa yang dilakukan pria di luar rumah, sepanjang engkau ridho terhadap itu, engkau akan mendapatkan pahala yang serupa.” 

 

Selain itu, hadis yang mirip dengan kondisi ini adalah hadis dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” 

(HR. Bukhari, no. 2996)

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts