Selama kehamilan, payudara ibu mengalami berbagai perubahan akibat kerja hormon estrogen, progesteron, dan prolaktin. Dalam mempersiapkan proses menyusui, jumlah duktus dan lobus (saluran dan kelenjar penghasil susu), komponen cairan, dan pembuluh darah payudara akan meningkat. Secara kasat mata, tampak pembesaran ukuran payudara, puting, atau areola (area sekitar puting).
Di samping perubahan yang bersifat normal, adanya proses pertumbuhan yang tidak merata, tersumbatnya duktus, atau kelainan lain dapat memunculkan lesi (abnormalitas) berupa benjolan pada payudara. Selain itu, lesi yang sudah ada sejak sebelum hamil juga bisa membesar karena pengaruh fluktuasi hormon.
JINAK ATAU GANAS?
Mayoritas lesi payudara yang terdeteksi selama hamil dan menyusui bersifat jinak (tidak berpotensi kanker). Penyebabnya cukup beragam, namun yang paling sering dijumpai adalah:
1. Lactating adenoma
– Tumor jinak yang tersusun atas jaringan kelenjar susu
– Akibat ketidakseimbangan hormon dan pertumbuhan payudara yang tidak merata
– Gejala berupa benjolan padat, tidak nyeri, mobile
– Umumnya bisa hilang sendiri pasca berhenti menyusui
– Tindakan operatif dapat dipertimbangkan jika dijumpai pertumbuhan yang agresif
2. Galactocele
– Kista berisi retensi cairan susu
– Akibat tersumbatnya duktus/saluran susu
– Gejala berupa benjolan yang tidak nyeri
– Umumnya bisa hilang sendiri pasca berhenti menyusui
– Tindakan penyedotan dengan jarum atau operasi dapat dipertimbangkan jika disertai infeksi atau rasa tak nyaman berlebihan
3. Fibroadenoma mammae (FAM)
– Tumor jinak yang tersusun atas jaringan ikat di sekitar kelenjar susu
– Tidak hanya terjadi saat hamil/menyusui, namun fluktuasi hormon pada periode ini dapat memicu muncul atau membesarnya fibroadenoma
– Gejala berupa benjolan yang tidak nyeri
– Sebagian kasus dapat hilang sendiri, namun perlu pemantauan rutin. Jika terus membesar atau dicurigai berpotensi menjadi kanker, dapat dipertimbangkan tindakan operatif
MUNGKINKAH KANKER?
Kanker payudara yang terjadi selama proses hamil dan menyusui disebut sebagai Pregnancy-Associated Breast Cancer (PABC).
Kejadian PABC memang terbilang jarang, hanya ditemukan 1 kasus dari setiap 3000 kehamilan, namun bukan berarti dapat disepelekan. Sebab, penelitian menemukan bahwa PABC ternyata cenderung lebih besar dan agresif dibandingkan kanker payudara di periode lain.
Kondisi ini akan semakin parah jika ditambah dengan terlambatnya diagnosis dan penanganan. Maka, apabila ditemukan benjolan baru yang mengkhawatirkan, ibu hamil dan menyusui tetap perlu segera memeriksakannya.
PEMERIKSAAN PAYUDARA SELAMA HAMIL & MENYUSUI, APAKAH AMAN?
Penyakit penyebab benjolan payudara seringkali tidak punya gejala khas. Karenanya, penegakan diagnosis perlu dibantu pemeriksaan tambahan, baik dengan pemeriksaan laboratorium atau radiologi (USG atau mamografi).
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) menggunakan gelombang suara, sehingga tidak memberikan dampak radiasi pada janin. Ini menjadi pilihan utama untuk pemeriksaan awal payudara. Namun, teknik ini mempunyai keterbatasan. Jika temuan dari USG masih meragukan, mamografi perlu dipertimbangkan.
Mamografi menggunakan sinar X yang berpotensi memaparkan radiasi terhadap janin, meskipun dalam kadar kecil. Pada ibu hamil, prosedur mamografi dapat dilakukan dengan menggunakan pelindung abdomen.
Jika dicurigai terdapat kanker payudara, tidak disarankan untuk menunda pemeriksaan payudara lengkap, tak terkecuali bagi ibu hamil dan menyusui. Meskipun kemungkinan radiasi tidak bisa sepenuhnya dihilangkan, pelindung abdomen mampu meminimalkan paparan pada janin hingga kadar yang aman.
APAKAH MASIH BISA MENYUSUI?
Pasca ditegakkannya diagnosis, ibu perlu berkonsultasi dengan dokter terkait kelanjutan menyusui. Keputusan akhir harus mempertimbangkan risiko dan manfaat, serta tergantung pada rencana penanganan penyakit ibu.
• Meskipun tumor maupun kanker tidak dapat ditularkan pada bayi, beberapa obat yang mungkin dikonsumsi oleh ibu dapat membahayakan bayi jika terlarut dalam ASI.
• Dalam rangka persiapan operasi, dokter dapat menyarankan ibu berhenti menyusui untuk mempermudah proses operasi serta meminimalkan risiko infeksi saat pemulihan.
• Selain itu, menyusui dengan adanya benjolan payudara mungkin menjadi tantangan ekstra, namun dalam banyak kasus, masih memungkinkan untuk dilanjutkan.
REFERENSI
• Gada, P. B., & Bakhshi, G. (2022). Galactocele. In StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing.
• Joshi, S., Dialani, V., Marotti, J., Mehta, T. S., & Slanetz, P. J. (2013). Breast disease in the pregnant and lactating patient: radiological-pathological correlation. Insights into imaging, 4(5), 527–538. https://doi.org/10.1007/s13244-012-0211-y
• Karagulle, E., Turk, E., Erinanc, O. H., & Moray, G. (2014). Giant fibroadenoma growing rapidly during pregnancy. Iranian Red Crescent medical journal, 16(8), e9531. https://doi.org/10.5812/ircmj.9531
• Langer, A., Mohallem, M., Berment, H., Ferreira, F., Gog, A., Khalifa, D., … & Cherel, P. (2015). Breast lumps in pregnant women. Diagnostic and interventional imaging, 96(10), 1077-1087.
• Phung, H. T., Nguyen, L. T., Nguyen, H. V., Nguyen, C. V., & Nguyen, H. T. (2020). Aggressive lactating adenoma mimicking breast carcinoma: A case report. International journal of surgery case reports, 70, 17–19. https://doi.org/10.1016/j.ijscr.2020.03.047
• Yu, J. H., Kim, M. J., Cho, H., Liu, H. J., Han, S. J., & Ahn, T. G. (2013). Breast diseases during pregnancy and lactation. Obstetrics & gynecology science, 56(3), 143–159. https://doi.org/10.5468/ogs.2013.56.3.143